SEMARANG, INIKAMPUS – Mungkinkah para penyandang tunanetra dapat membaca dan menulis aksara Jawa sebagaimana bentuk “aslinya”?
Hal yang kelihatannya tidak mungkin itu terjawab oleh inovasi Risywan Taufiq, Muhammad Sulhanul Hilma, Irwan Ali Prasetyo, dan Muhamad Taufiqi dari Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Dosen pembimbing mereka Dr. Nur Hanifah Insani, S.Pd., M.Pd., dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa FBS Unnes.
Mereka melakukannya dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) lewat produk berlabel Bagong’s Smart dengan dana hibah dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendiktisaintek.
Dukung SDGs, FMIPA Unnes Latih Guru Karimunjawa Berpikir Komputasi
Syafathur Dwi Aprian, Pede Mendalang dengan Ngapak dan Juara Provinsi
Wujud pelestarian aksara Jawa yang inklusif dan berbasis teknologi itu berupa pengembangan media pembelajaran menulis aksara Jawa yang ramah bagi penyandang tunanetra.
Produk itu terwadahi dalam website Bagong’s Smart.
Muasal Nama Bagong
Istilah Bagong itu merupakan singkatan dari Bridging Aksara Jawa with Games for Outstanding New Generation.
Ini, menurut Risywan Taufiq, menjadi prinsip kuat bagi tim PKM-RSH Bagong’s Smart dalam menumbuhkan literasi aksara Jawa pada para penyandang tunanetra.
“Tim mengembangkan website Bagong’s Smart ini sebagai salah satu media pembelajaran untuk mengenalkan pola penulisan aksara Jawa sesuai dengan aslinya bagi para penyandang tunanetra,” katanya.
Sebab, katanya lebih lanjut, selama ini mereka belum mengetahui bentuk asli aksara Jawa karena hanya berfokus pada huruf braille aksara Jawa.

