SEMARANG, INIKAMPUS – Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES) berhasil mengembangkan Wayang Kreasi untuk membantu anak-anak mengekspresikan emosi dan kebebasan berekspresi.
Menariknya, sasaran program ini anak-anak Panti Asuhan Muawanah Semarang.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat bertajuk “Bahas(Aku), Jiwaku: Optimalisasi Psychological Well-Being melalui Trigatra Bangun Bahasa,”
Tim Program Kreativitas Mahasiswa, Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM) dengan ketua Raihan Adib Ghifari itu beranggota Aisyah Mudjahidah, Nafhisa Diva Salsabella, Alifia Oktafiani, dan Aura Sekar Aulia.
Dalam pelaksanaannya, tim ini mendapatkan bimbingan Rahma Ari Widihastuti, S.Pd., M.A., dosen Sastra Jawa Unnes yang turut mendampingi proses perancangan program.
Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftar PPG Calon Guru
LPDP Siapkan Skema Baru untuk Bantu Lulusan Masuk Dunia Kerja
Program Menyenangkan
Dalam salah satu sesi programnya dengan tajuk Rasa Pangrasa, tim mengajak anak-anak membuat wayang sederhana dari kardus bekas dan menggambar tokoh hewan sesuai imajinasi mereka.
Anak-anak menggunakan wayang-wayang kardus tersebut untuk memainkan cerita pendek yang menggambarkan beragam emosi.
“Anak-anak belajar mengekspresikan perasaan lewat tokoh yang mereka ciptakan. Ada yang menggambarkan sosok pemberani, ada juga yang membuat karakter lucu. Dari situ kami bisa melihat bagaimana mereka mengenal dan mengelola emosi,” ujar Aura Sekar Aulia, salah satu anggota tim.
Selain melatih ekspresi diri, kegiatan ini juga memperkenalkan bahasa Jawa dalam konteks yang menyenangkan.
Misalnya, tim mengajak anak-anak berbicara, berdialog, dan bercerita menggunakan bahasa daerah.
Dari situ pula mereka bareng-bareng belajar nilai sosial, seperti kerja sama dan saling menghargai.
Di sisi lain, program ini lengkap dengan sesi Narasi Berekspresi dan Jurnal Emosi yang membantu anak-anak menulis serta membagikan pengalaman perasaan mereka.
Menurut ketua tim Raihan Adib Ghifari, kegiatan ini merupakan implementasi konsep Trigatra Bangun Bahasa untuk mendukung kesejahteraan psikologis anak.
“Melalui bahasa, seni, dan cerita, anak-anak belajar memahami diri sekaligus membangun hubungan positif dengan lingkungan sekitar,” tuturnya.
Pihak Panti Asuhan Muawanah menyambut baik inisiatif ini.
Mereka menilai kegiatan tersebut berhasil menggabungkan unsur edukasi, budaya, dan kesehatan mental secara harmonis.
Program ini menjadi contoh bahwa pelestarian budaya daerah dapat sekaligus menjadi sarana penguatan karakter dan kesejahteraan psikologis bagi anak-anak. (*)

