SEMARANG, INIKAMPUS –Di ajang Festival Dalang Anak Jawa Tengah, Syafathur Dwi Aprian tampil beda.
Menyajikan lakon Bima Bungkus, ia menggunakan bahasa Jawa dialek Banyumasan atau yang bisa disebut ngapak.
Dari suluk, janturan, hingga pocapan, siswa kelas IX SMPN 1 Adipala, Cilacap ini semuanya menggunakan dialek ngapak.
Penonton di pendapa Kampung Budaya Universitas Negeri Semarang (Unnes), Minggu 6/10/2025) pun berdecak kagum.
Tak ayal jika dewan juri mengganjarnya sebagai juara I Kategori B Festival Dalang Anak 2025 Provinsi Jawa Tengah.
Dengan gelar itu, anak Desa Karanganyar, Kecamatan Adipala, Cilacap itu berhak mewakili provinsi ini di ajang serupa tingkat nasional.
Sebelumnya, ia telah memenangi festival yang sama di tingkat eks Karesidenan Banyumas hingga kemudian tampil di level provinsi.
Anak Bengkel yang Gandrung Wayang
Lahir dari keluarga sederhana, siapa sangka Fathur menyimpan tekad besar untuk mewarnai jagat pewayangan nasional.
Ayahnya, Tukiman, bekerja sebagai bengkel. Ibunya seorang ibu rumah tangga.
Namun dari bengkel kecil itulah, semangatnya untuk mengukir mimpi ditempa.
Fatur tumbuh menjadi anak yang penuh semangat dan pantang menyerah.
Kenzie Lintang Trenggono: Dari Dolanan Menuju Kompetisi Wayang Nasional
Dosen FBS Unnes Latih Dalang Muda Menulis Naskah Lakon
Sejak usia sepuluh tahun, dia telah jatuh cinta pada wayang.
Cinta itu tumbuh dari simbah yang kali pertama mengenalkannya pada wayang dengan keindahan ceritanya.
Kegemarannya muncul karena dia sering melihat pertunjukan wayang hingga akhirnya tumbuh keinginan kuat untuk mencoba sendiri.
Setiap hari sepulang sekolah, Fatur meluangkan waktu untuk berlatih mendalang, baik di rumah Ki Cithut Purba Carita maupun di rumahnya sendiri.
Ia mengidolakan tokoh Raden Werkudara. “Sosoknya gagah, perkasa, dan bertanggung jawab,” katanya.
Dia juga kagum pada dalang Ki Taram Taryo Harsono dan Ki Tarjono Wigyo Pranyoto. “Keduanya memiliki gaya olah vokal dan suluk khas,” ungkapnya.
Ia favoritkan lakon Bima Bungkus karena menurutnya cerita itu mengajarkan kasih sayang orang tua dalam mendidik anak.
Di sela kesibukannya, Fatur tetap berlatih karawitan sekolah dan terlibat dalam berbagai pentas budaya.
Ia mengaku ingin terus memperkenalkan gagrag Banyumasan kepada generasi muda agar wayang tak hanya tinggal cerita.
Kini, anak bengkel itu bersiap menuju panggung nasional, membuktikan bahwa berangkat dari kesederhanaan bukan alasan untuk berhenti bermimpi.
Ia berharap capainnya bisa memotivasi dalang muda lainnya. “Semoga wayang gagrag Banyumasan bisa mendunia,” pungkasnya.

